Rabu, 28 September 2011

PENERUS TAHTA SALAKANAGARA


Dari perkawinannya dengan Pohaci Larasati, Dewawarman I mempunyai beberapa orang anak. Anak yang tertua, laki‑laki. Kelak, ia menggantikan kedudukan ayahnva sebagai penguasa di Salakanagara, dengan nama nobat Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. la menjadi Dewawarman lI yang memerintah dari tahun 90 sampai 11'7 Saka atau tabun 168 sampai 198 Masehi. la menikah dengan puteri keluarga Raja Singala (Sri Langka).
Dari perkawinan ini lahir seorang putera, yang kemudian menjadi Dewawarman III dengan gelar Prabhu Singasagara Bimayasawirya. la menjadi penguasa Salakanagara dari tahun 117 sampai 160 Saka (195 ‑ 238 Masehi). Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan bajak laut dari negeri China, yang dapat dihadapinya dan ditumpasnya. Dewawarman III kemudian mengadakan hubungan (pamitran) dengan maharaja China dan raja‑raja India. Permaisuri Dewawarman III berasal dari Jawa Tengah.
Puteri tertua yang lahir dari perkawinan ini bernama Tirta Lengkara. Puteri sulung ini berjodoh dengan Raja Ujung Kulon bernama Darma Satyanagara. Kelak ia menggantikan mertuanya menjadi penguasa Salakanagara sebagai Dewawarman IV, yang memerintah dari tahun 160 sampai 174 Saka (238 - 252 Masehi). Dari perkawinan ini lahir puteri sulung bernama Mahisasuramardini Warmandewi. Bersama suaminya yang bernama Darmasatyajaya sebagai Dewawarman V, ia memerintah selama 24 tahun (174‑198 Saka). Ketika Dewawarman V yang merangkap sebagai Senapati Sarwajala (panglima angkatan laut) gugur waktu perang menghadapi bajak laut, sang rani, Mahisasuramardini melanjutkan pemerintahannya seorang diri sampai tahun 211 Saka (289 Masehi).
Penguasa Salakanagara berikutnya adalah Ganayanadewa Linggabumi, putera sulung Dewawarman V atau Sang Mokteng Samudra (yang mendiang di lautan). Prabu Ganayana menjadi penguasa Salakanagara sebagai Dewawarman VI selama 19 tahun, dari tahun 211 sarnpai 230 Saka (289 - 308 Masehi). Dari perkawinannya dengan puteri India, ia mempunyai tiga putera dan tiga puteri.
Putera sulungnya yang kemudian menjadi Dewawarman VII, memerintah Salakanagara tahun 230 sampai 262 Saka (308‑340 Masehi), bergelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati. Yang kedua, seorang puteri yang bernama Salaka Kancana Warmandewi, yang menikah dengan menteri Kerajaan Gaudi (Benggala) di India bagian timur. Puteri yang ketiga bernama Kartika Candra Warmandewi. la menikah dengan seorang raja muda dari negeri Yawana. Yang keempat, laki-laki bemama Gopala Jayengrana. la menjadi seorang menteri Kerajaan Calankayana India. Yang kelima, seorang puteri bernama Sri Gandari Lengkaradewi. Suami puteri ini adalah menteri panglima angkatan laut kerajaan Pallawa di India. Putera bungsu Dewawarman VII adalah Skadamuka Dewawarman Jayasastru yang menjadi senapati Salakanagara.
Putera sulung Dewawarman VII bernama Sphatikarnawa Warmandewi. Kelak bersama suaminya akan menggantikan ayahnya sebagai penguasa Salakanagara kedelapan. Dewawarman VII mempunyai hubungan erat dengan kerajaan Bakulapura (Kutai) karena pertalian kerabat permaisurinya. Kakak sang permaisuri ini menikah dengan penguasa Bakulapura (di Kalimantan) yang bernama Atwangga putera Sang Mitrongga. Mereka keturunan wangsa Sungga dari Maganda, yang pergi mengungsi tatkala negerinya dilanda serangan musuh. Dari puteri ini dengan Atwangga, lahirlah Kudungga yang kelak menggantikan ayahnya menjadi penguasa Bakulapura.
Ketika Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati atau Dewawarman VII wafat, tibalah Senapati Krodamaruta dari Calankayana, di Rajatapura (ibukota Salakanagara), bersama beberapa ratus orang anggota pasukannya, bersenjata lengkap. Krodamaruta adalah putera Gopala Jayengrana, yaitu putera Dewawarman VI yang keempat. Yang menjadi menteri di kerajaan Calankayana. Krodamaruta langsung merebut kekuasaan dan tanpa menghiraukan adat pergantian tahta, ia menobatkan diri menjadi penguasa Salakanagara.
Akhli waris tahta yang sah, adalah Sphafikarnawa Warmandewi, puteri sulung Dewawarman VII. Ia belum bersuami karena kelakuan Krodamaruta bertentangan dengan adat, sekalipun ia masih cucu Dewawarman VI, keluarga keraton beserta sebagian penduduk Salakanagara tidak menyenanginya. Akan tetapi, Krodamaruta tidak lama berkuasa, karena ia tewas tertimpa batu besar, ketika sedang berburu di hutan. Batu itu berasal dari puncak sebuah bukit. Akibat peristiwa itu, Krodamaruta hanya 3 bulan menjadi `penguasa' Salakanagara.
Kemudian, Sphatikarnawa Warmandewi, puteri sulung Dewawatman VII, dinobatkan menjadi penguasa Salakanagara menggantikan ayahnya, pada tahun 262 Saka (340 Masehi). Pada tahun 270 Saka, Sang Rani menikah dengan saudara sepupunya, putera Sri Gandari Lengkaradewi, yaitu puteri Dewawarman VI yang kelima. la bersuamikan panglima angkatan laut Kerajaan Pallawa. Lengkaradewi beserta suami dan puterinya, datang ke Rajatapura dalam tahun 268 Saka (346 Masehi) sebagai pengungsi, karena negaranya (Pallawa) telah dikuasai oleh Maharaja Samudragupta dari keluarga Maurya.
Setelah pernikaharmya, Rani Sphatikarnawa Warmandewi memerintah bersama‑sama suaminya, sebagai Dewawarman VIII bergelar Prabhu Darmawirya Dewawarman. Ia memerintah tahun 270 sampai 285 Saka (348‑363 Masehi).
Pada masa pemerintahan Dewawarman VIII, kehidupan penduduk makmur sentosa. la sangat memajukan kehidupan keagamaan. Di antara penduduk, ada yang memuja Wisnu, namun jumlahnya tidak seberapa. Ada yang memuja Siwa, ada yang memuja Ganesha, dan ada pula yang memuja Siwa-Wisnu. Yang terbanyak pemeluknya adalah agama Ganesha atau Ganapati.
Dewawarman VIII mempunyai putera‑puteri beberapa orang. Yang sulung, seorang puteri bernama Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi atau Dewi Minawati. Yang kedua, seorang putera bernama Aswawarman. la diangkat anak sejak kecil oleh Sang Kudungga penguasa Bakulapura, kemudian, ia dijodohkan dengan puteri Sang Kudungga. Yang ketiga, seorang puteri bernama Dewi Indari yang kelak diperisteri oleh Maharesi Santanu, Raja Indraprahasta yang pertama. Putera Sang Dewawarman VIII yang lainnya, tinggal di Sumatera dan menurunkan para raja di sana. Di antara keluarganya kelak adalah sang Adityawarman. Anggota keluarganya yang lain, tinggal di Yawana dan Semenanjung. Puteranya yang bungsu menjadi putera mahkota. Kelak setelah ayahandanya wafat, ia menggantikarmya menjadi penguasa Salakanagara.
Permaisuri Dewawarman VIII ada dua orang. Permaisuri yang pertama ialah Rani Sphatikarnawa Warmandewi yang menurunkan raja-raja di Jawa Kulwan dan Bakulapura. Permaisuri yang kedua, bernama Candralocana, puteri seorang brahmana dari Calankayana di India. la menurunkan raja-raja di Pulau Sumatera, Semenanjung, dan Jawa Tengah.
Demikianlah kisah keturunan Dewawarman Darmalokapala yang menjadi penguasa Salakanagara. Kerajaan ini berdiri sebagai kerajaan bebas, selama 233 tahun (130‑363 Masehi). Dewawarman VIII, dianggap sebagai raja Salakanagara terakhir, sebab puteranya, Dewawamm IX, sudah menjadi raja bawahan Tarumanagara.
Sumber: Sejarah Kerajaan-kerajaan di Tatar Sunda, hal.31-32.

DEWAWARMAN

Berdasarkan naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 1, oleh Pangeran Wangsakerta, diriwayatkan sebagai berikut:

/jwah tambaya ping prathama sa kawarsa riking wus akweh wwang bharata nagari tekan jaruadwipa mwang nusantara i bhumi nusantara// denira pramanaran dwipantara nung wreddhi prethiwi// pantara ning sinarung teka n jawadwipa/ hana n upakriya wikriya/ hansing mawarah marahaken sanghyang agama/ hanasing luputaken sakeng bhaya kaparajaya/ ya thabhuten nagarinira/ mwang moghangde nikang agong panigit ring nusa‑nusa i bhumi nusantara//a
Terjemahanannya:
Kelak, mulai awal pertama tahun Saka di sini telah banyak orang‑orang negeri Bharata (India) tiba di Pulau Jawa dan pulau‑pulau di bumi Nusantara. Karena Nusantara terkenal sebagai tanah yang gembur. Di antara mereka, yang tiba di Pulau Jawa, ada yang berdagang dan mengusahakan pelayanan, ada yang mengajarkan Sanghyang Agama (ajaran agama), ada yang menghindarkan diri dari bahaya yang akan membinasakan dirinya, seperti yang telah terjadi di negeri asalnya, yang menyebabkan mengungsi ke pulau-pulau di bumi Nusantara.

Karena mereka semua mengharapkan kesejahteraan hidupnya bersama anak isterinya. Terutama para pendatang, banyak yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi negeri Bharata (India). Dua wangsa inilah, yang sangat banyak berdatangan di sini, dengan menaiki beberapa puluh buah perahu besar‑kecil. Yang dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba mula-mula di Jawa Kulwan (Barat), maka mereka bertujuan yaitu untuk berdagang dan mengusahakan pelayanan.
Mereka senantiasa datang di sini, dan mereka kembali membawa rempah-rempah ke negerinya. Di sini, Sang Dewawarman telah bersahabat dengan warga masyarakat di pesisir Jawa Kulwan (Barat), Pulau Api dan Pulau Sumatera sebelah selatan, terutama Sang Dewawarman sebagai duta dari wangsa Pallawa.
Permulaan pertama tahun Saka, di pulau‑pulau Nusantara, telah banyak golongan warga masyarakat, yang menjadi pribumi tiap dusun. Di antaranya ada yang bermusuhan, ada juga yang berkasih‑kasihan berbimbingan tangan. Dukuh itu ada yang besar, ada yang kecil. Dukuh besar ada di tepi laut, atau tidak jauh dari muara sungai. Bukankah selalu berdatangan orang lain atau wilayah lain. Terutama pedagang dari negeri Bharata (India), negeri Singhala, negeri Gaudi, negeri Cina dan sebagainya.
Ramailah kemudian dukuh‑dukuh di tepi laut. Dengan demikian, ramailah perdagangan antara pulau-pulau di bumi Nusantara dengan negara lain dari benua utara sebelah barat dan timur. Tetapi, yang banyak datang dari negeri Bharata (India), golongan pendatang dari negeri Bharata (India) itu dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba di dukuh pesisir Jawa Kulwan (Barat).
Para pendatang itu bersahabat dengan penghulu dan warga masyarakat di sini. Adapun penghulu atau penguasa wilayah pesisir Jawa Kulwan (Barat) sebelah barat, namanya terkenal, Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya namanya yang lain. Selanjutnya, puteri Sang Aki Luhur Mulya, namanya terkenal Pwahaci Larasati (Pohaci Larasati), diperisteri oleh Sang Dewawarman. Dewawarman ini, disebut oleh mahakawi (pujangga besar) sebagai Dewawarman pertama.
Akhirnya semua anggota pasukan Dewawarman menikah dengan wanita pribumi. Oleh karena itu, Dewawarman dan pasukannya, tidak ingin kembali ke negerinya. Mereka menetap dan menjadi penduduk di situ, lalu beranak pinak.
Beberapa tahun sebelumnya, Sang Dewawarman menjadi duta keliling negaranya (Pallawa) untuk negeri‑negeri lain yang bersahabat, seperti kerajaan‑kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China, dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempererat persahabatan dan berniaga hasil bumi, serta barang barang lainnya.
Tatkala Aki Tirem sakit, sebelum meninggal, ia menyerahkan kekuasaannya kepada sang menantu. Dewawarman tidak menolak diserahi kekuasaan atas daerah itu, sedangkan semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula para pengikut Dewawarman, karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.
Setelah Aki Tirem wafat, Sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ, dengan nama nobat Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara, sedangkan isterinya, Pohaci Larasati menjadi permaisuri, dengan nama nobat, Dewi Dwanu Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara (salaka= perak).
Daerah kekuasaan Salakanagara, meliputi Jawa Kulwan bagian barat dan semua pulau di sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatera, masuk pula dalam wilayahnya. Oleh karena itu, daerah- daerah sepanjang pantainya, dijaga oleh pasukan Sang Dewawarman, sebab jalur ini merupakan gerbang laut. Perahu‑perahu yang beralayar dari timur ke barat dan sebaliknya, harus berhenti dan membayar upeti kepada Sang Dewawarman. Pelabuhan‑pelabuhan di pesisir barat Jawa Kulwan, Nusa Mandala (mungkin Pulau Panaitan), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera bagian selatan, dijaga oleh pasukan Dewawarman.
Wangsa Dewawarman memerintah Kerajaan Salakanagara di bumi Jawa Kulwan, dengan ibukota Rajatapura (Kota Perak). Kota besar lainnya lagi, Agrabhintapura ada di wilayah sebelah selatan. Agrabhintapura, dipimpin oleh raja daerah bernama Sweta Limansakti, adik Dewawarman. Sedangkan adiknya yang lain, yang bernama Senapati Bahadura Harigana Jayasakti, diangkat menjadi raja daerah penguasa mandala Hujung Kulon.
 Sumber: Sejarah Kerajaan-kerajaan di Tatar Sunda, hal 29-31.

Asal Usul Mahapatih Gajah Mada

Gajah Mada (1299-1364) Mahapatih majapahit yang sangat terkenal dengan sumpah palapanya merupakan satu-satunya orang kuat pada jamannya di nusantara. Salah satu keruntuhan kerajaan Majapahit dikatakan karena tidak memiliki orang kuat yang lain yang cakap untuk menggantikan gajah Mada. Panglima Perang yang ditunjuk menjadi Mahapatih kerajaan Majapahit menggantikan Arya Tadah pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)


Sebagai mahapatih dia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (1331) dan kemudian berikrar untuk mempersatukan Nusantara dengan sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa. Serat Pararaton memuat Sumpah Palapa yang diucapkan dihadapan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi sebagai berikut:

“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seram, tanjungpura, ring haru, pahang, dompo, ring bali, sunda, palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”

artinya :

“Apabila sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun telah dikalahkan, begitupula Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan menikmati istirahat”

Sepeninggalan Gajah Mada Namanya terus di kenang  bukan saja di tanah air akan tetapi sampai di kawasan asia tenggara (yang dulu di sebut Nusantara) bahkan nama Gajah Mada di pakai sebagai nama salah satu Universitas Terkemuka di Indonesia dan juga di pakai sebagai Nama Hotel Berbintang 5.

Sayang sekali asal-usul Mahapatih Gajah Mada yang sangat masyur ini belum jelas diketahui Orang,baik meyangkut Nama orang Tuanya maupun tempat serta tahun kelahirannya.
Muhammad yamin didalam bukunya yang berjudul Gajah Mada, Balai Pustaka,cet ke-6,1960,hal 13 Mengungkapkan tokoh ini sebagai :

“Diantara sungai brantas yang mengalir dengan derasnya menuju kearah selatan dataran Malang dan dikaki pegunungan Kawi-Arjuna yang indah permai,maka disanalah nampaknya seorang-orang indonesia berdarah rakyat dilahirkanpada permulaan abad ke-14. Ahli sejarah tidak dapat menyusur hari lahirnya dengan pasti: ibu bapak dan keluarganya tidak dapat perhatian kenang-kenangan riwayat: Begitu juga nama desa tempat dia dilahirkan dilupakan saja oleh penulis keropak jaman dahulu asal usul gajah mada semua dilupakandengan lalim oleh sejarah”

Jadi jelaslah menurut Muhammad Yamin, asal-usul Gajah Mada masih sangat gelap, walaupun ada dugaan bahwa gajah mada dilahirkan di aliran sungai Brantas yang mengalir keselatan diantara kaki gunung Kawi-Arjuna,diperkirakan sekitar tahun 1300 M. Keinginan untuk mengetahui asal-usul Patih Gajah Mada sebagai Negarawan besar pada Jaman Kerajaan Majapahit, telah lama menarik perhatian ahli sejarah,salah satunya bpk I Gusti Ngurah Ray Mirshaketika mengadakan Klasifikasi Dokumen Lama yang berbentuk Lontar-lontar pada “perpustakaan Lontar Fakultas Sastra, Universitas Udayana” (sekitar tahun 1974. Salah satu lontar yang menarik perhatian diantaranya adalah lontar yang berjudul “Babad Gajah Maddha”. Lontar tersebut memakai kode: Krop.7, Nomer 156, Terdiri dari 17 Lembar lontar berukuran 50×3,5 cm, ditulisi timbal balik, setiap halaman terdiri atas 4 baris, memakai huruf dan bahasa Bali-Tengahan.

Lontar tersebut adalah merupakan Salinan sedangkan yang asli belum dapat dijumpai. Secara garis besar lontar babad Gajah Maddha tersebut berisikam

Asal Usul Gajah Mada
Gri Kresna Kapakisan dalam hubungannya dengan raja-raja Majapahit
Emphu keturunan pada waktu memerintah dibali
Yang menjadi perhatian dari sekian lontar tersebut dan dapat dijadikan penelitian lebih lanjut adalah bagian yanfg menjelaskan tentang Asal-Usul/Kelahiran sang Maha Patih Gajah Mada.

Ringkasan Isi Teks Lontar Babad Gajah Maddha
Tersebutlah Brahmana Suami-Istri di wilatikta, yang bernama Curadharmawysa dan Nariratih, keduanya disucikan (Diabhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat. Setelah disucikan lalu kedua suami istri tersebut diberi nama Mpu Curadharmayogi dan istrinya bernama Patni Nuriratih. Kedua pendet tersebut melakukan Bharata (disiplin) Kependetaan yaitu :Sewala-brahmacari” artinya setelah menjadi pendeta suami istri tersebut tidak boleh berhubungan sex layaknya suami istri lagi.

Selanjutnya Mpu Curadharmayogi mengambil tempat tinggal (asrama) di Gili Madri terletak di sebelah selatan Lemah Surat, Sedangkan Patni Nariratih bertempat tinggal di rumah asalnya di wilatikta, tetapi senantiasa pulang ke asrama suaminya di gili madri untuk membawa santapan,dan makanan berhubungan jarak kedua tempat tinggal mereka tidak begitu jauh.

Pada suatu hari Patni Nariratih mengantarkan santapan untuk suaminya ke asrama di gili madri, tetapi sayang pada saat hendak menyantap makanan tersebut air minum yang disediakan tersenggol dan tumpah (semua air yang telah dibawa tumpah),sehingga  Mpu Curadharmayogi mencari air minum lebih dahulu yang letaknya agak jauh dari tempat itu arah ke barat. Dalam keadaan Patni Nariratih  seorang diri diceritakan timbulah keinginan dari Sang Hyang Brahma untuk bersenggama dengan Patni Nariratih  . Sebagai tipu muslihat segerah Sang Hyang Brahma berganti rupa (berubah wujud,(“masiluman”)) berwujud seperti Mpu Curadharmayogi sehingga patni Nariratih mengira itu adalah suaminya.

Segera Mpu Curadharmayogi palsu (Mayarupa) merayu Patni Nariratih untuk melakukan senggama, Tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Patni Nariratih,oleh karena sebagai pendeta sewala-brahmacari sudah jelas tidak boleh lagi mengadakan hubungan sex,oleh karena itu Mpu Curadharmayogi palsu tersebut memperkosa Patni Nariratih.

Setelah kejadian tersebut maka hilanglah Mpu Curadharmayogi palsu,dan datanglah Mpu Curadharmayogi yang asli (Jati). Patni Nariratih menceritakan peristiwa yang baru saja menimpa dirinya kepada suaminya dan akhirnya mereka berdua menyadari,bahwa akan terdjadi suatu peristiwa yang akan menimpa meraka kelak.kemudian ternyata dari kejadian yang menimpa Patni Nariratih akhirnya mengandung.

Menyadari hal yang demikian tersebut mereka berdua lalu mengambil keputusan untuk meninggalkan asrama itu,mengembara ke hutan-hutan ,jauh dari asramanya tidak menentu tujuannya,hingga kandungan patni Nariratih bertambah besar. Pada waktu mau melahirkan mereka sudah berada didekat gunung Semeru dan dari sana mereka menuju kearah Barat Daya, lalu sampailah disebuah desa yang bernama desa Maddha. Pada waktu itu hari sudah menjelang malam dan Patni Nariratih sudah hendak melahirkan,lalu suaminya mengajak ke sebuah “Balai Agung” yang etrletak pada kahyangan didesa Maddha tersebut.

Bayi yang telah dilahirkan di bale agung itu, segera ditinggalkan oleh mereka berdua menuju ke sebuah gunung. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa didesa Maddha,lalu oleh seorang patih terkemuka di wilatikta di bawa ke wilatikta dan diberi nama “Maddha”

Interpretasi (tafsiran) dari Isi
1. Pada halaman 2a Lontar Babad Gajah Maddha (sealanjutnya di singkat dengan B.G.M) dikatakan bahwa oran tua Gajah Mada berasal dari Wilatikta yang disebut juga Majalangu (B.G.M hal.1b) Disebelah selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat dengan Wilatikta (B.M.G Hal.6a)pada B.M.G hal.6b dikatakan hampir setiap hari Patni Nariratih pulang pergi dari wilatikta,megantar makanan suaminya di asramanya di gili Madri yang terletak disebelah selatan wilatikta. Hal ini berarti Gili Madri terletak disebelah selatan Lemah Surat dan juga disebelahselatan Wilatikta. Jarak antara Gili Madri dengan Wilatikta dikatakan dekat.Tetapijarak antara Lemah Surat dengan Wilatikta begitu pula arah dimana letak Lemah Surat dari Wilatikta tidak disebutkan dalam B.G.M

2. Pada B.G.M hal. 12a yang menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, ada kalimat yang berbunyi “On Cri Caka warsa jiwa mrtta yogi swaha” kalimat ini adalah Candrasangkala yang bermaksud kemungkinan sebagi berikut:

On Cri Cakawarsa        = Selamatlah Tahun Saka
Jiwa                = 1 (satu)
mrtta                = 2 (Dua)
Yogi                = 2 (Dua)
Swaha                = 1 (satu)
jadi artinya : Selamat Tahun Saka 1221 atau tahun (1299 Masehi) seandainya itu  benar maka gajah mada dilahirkan pada tahun 1299 Masehi.

3. Mengenai nama Maddha B.G.M hal.10b – 11a disebutkan sebagai berikut:

Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhdap orang banyak, maka setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu disjak ia oleh suaminya meninggalkan asrama pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada malam hari,waktu bayi hendak lahir,mereka berdua menuju kesebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki gunung semeru. didesa itulah sang Bayi dilahirkan disebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan (Temple) desa tersebut. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha,kemudian dibawa ke Wilatikta oleh seorang patihdan kemudian diberi nama Maddha jadi jika demikian halnya nama Maddha berasal dari nama desa.
Nama Gajah oleh B.G.M sama sekali tidak disebutkan.kemungkinan besar nama gajah adalah nama  kemungkinan nama tambahan atau nama julukan atau bisa juga nama Jabatan (Abhiseka) bagi sebutan orang Kuat (?)
dengan demikian Gajah Mada berarti Orang kuat yang berasal dari Maddha.
4. Mengenai nama orang Tua Gajah Mada, ayahnya bernama Curadharmawyasa dan ibunya bernama Nariratih (B.G.M. hal 2a) Setelah mereka disucikan (Abhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat,nama mereka berubah menjadi Curadharmayogi dan Patni Nariratih (B.G.M hal 3b) meraka berdua adalah brahmana (B.G.M hal. 2a)

Adapun didalam B.G.M hal. 9b, yang menyebutkan bahwa Patni Nariratih bersenggama dengan Dewa Brahma yang berganti rupa seperti suaminya sehingga Gajah Mada seolah-olah dilahirkan atas hasil senggama antara Patni Nariratih dengan Dewa Brahma, dapat kita tafsirkan sebagai berikut:
Pengungkapan Mitos demikian itu sudah tentu sukar diterima oleh akal mengingat motif yang demikian itu sudah banyak terdapat p[ada penulisan-penulisan babad, maka perlulah dicari Latar belakang dari hal-hal yang dimythoskan itu Perkiraan yang dapat kami tangkap adalah:

Mpu Curadharmayogi dan istrinya Patni Nariratih adalah melakukan brata “Sewala Brahmacari” yang berarti sejak mereka menjadi pendeta mereka tidak diperbolehkan untuk berhubungan sex atau senggama oleh karena itu mereka berpisah tempat Sang suami ber asrama di Gili Madri sedangkan Sabng istri bertempat tinggal di Wilatikta tetapi kedua suami istri ini masih saling bertemu karena sang istri acapkali membawakan makanan untuk sang suami.
Pada suatu ketika yaitu pada hari Coma, Umanis, Tolu, Cacil ka daca (senin, Legi, Tolu ,bulan april) Patni Nariratih membawakan suaminya santapan. Pada waktu hendak makan,air minum tiba-tiba tumpah.Dengan tidak sadar keluarlah kata-kata dari Patni Nariratih : “ih ah palit dewane plet”yang maksudnya kemaluan suaminya kelihatan (B.G.M ha. 7a). Dalam B.G.M hal.7b dikatakan bahwa kata-kata tersebut didengar oleh Dewa Brahma. disinilah menurut Interpretasi kami bahwa yang mendengar hal tersebut tidak lain adalah suaminya sendiri, sehingga timbuh hasrat birahi ingin bersenggama dengan suaminya,Akhirnya senggama tersebut terjadi antara Patni Nariratih dengan suaminya sendiri. Mengapa demikian, karena menurut interpretasi kami, Brahma adalah sebagai dewa pencipta/penumbuh (konsep trimurti) dan ini sering digunakan sebagai mythologi sebagai sumber kelahiran seseorang yang ke-namaan atau termasyur. Jadi logislah disin untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi maka dipakailah Dewa Brahma sebagai gantinya. Mengapa dikatakan senggama itu terjadi dengan Dewa Brahma, Kiranya ini untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi sebagai seorang”Sewala-brahmacari” itulah sebabnya setelah Patni Nariratih hamil mereka segera pergi dari asrama unuk menyembunyikan diri.
Mengenai Lahirnya Sang bayi pada balai agung di sebuah kahyangan di desa maddha. ini kira-kiranya memang diusahakan oleh Mpu Curadharmayogi dan Patni Nariratih menurut penafsiran kami: Balai Agung adalah merupakan sebuah balai yang patut ada di dalam sebuah “Kahyangan Desa”(Pura desa) yang berfungsi sebagai tempat membersihkan diri dari noda-noda spritual.
Hal yang demikian ini dapat dibandingkan dengan keadaan di Bali sampai sekarang, Bahwa Bale-Agung terletak didalam Pura Desa yaitu salah satu Kahyangan Tiga yang ada pada tiap-tiap desa. Pura Desa ini adalah Sthana Dewa Brahma dalam fungsi sebagi pencipta. Jadi logislah orang tua Gajah Mada mengusahakan Balai Agung sebagai tempat untuk melahirkan bayi dengan maksud :

Proses kelahiran berjalan lancar bayi terhindar dari noda-noda spritual
Supaya bayi tersebut dianggap dilahirkan dari sumber pebcipta
Supaya ada orang yang memungut dan memeliharanya.
Dari berbagai Sumber.
http://superartikel.com/2009/04/18/asal-usul-mahapatih-gajah-mada-serat-babad-gajah-maddha/

Senin, 19 September 2011

Legenda Ajisaka

Dalam legenda tanah Jawa, kita mengenal nama tokoh Ajisaka. Ajisaka sangat mungkin, berasal dari kata Haji Saka, bermakna Perwakilan Negara (Duta) atau Konsul yang bertanggung jawab atas para pedagang asing, yang berasal dari negeri Saka (Sakas).
 
Dalam prasasti Kui (840M) disebutkan bahwa di Jawa terdapat banyak pedagang asing dari mancanagara untuk berdagang misal Cempa (Champa), Kmir (Khmer-Kamboja), Reman (Mon), Gola (Bengali), Haryya (Arya) dan Keling.
Untuk kebutuhan administrasi, terdapat para pejabat lokal yang mengurusi para pedagang asing tersebut, misal Juru China yang mengurusi para pedagang dari China dan Juru Barata yang mengurusi para pedagang dari India. Mereka seperti Konsul yang bertanggung jawab atas kaum pedagang asing.
Di dalam catatan sejarah, kita mengenal gelar “Sang Haji (Sangaji)” merupakan gelar dibawah “Sang Ratu”, seperti contoh Haji Sunda pada Suryawarman (536M) dari Taruma, Haji Dharmasetu pada Maharaja Dharanindra (782M) dari Medang. Haji Patapan pada Maharaja Samaratunggadewa (824M) dari Medang
 
Lalu dimanakah Negeri Sakas itu?
Di dalam sejarah India, dikenal negara Sakas atau Western Satrap . Pada tahun 78M Western Satrap (Sakas) mengalahkan Wikramaditya dari Dinasti Wikrama India. Kemenangan pada tahun 78M dijadikan sebagai tahun dasar dari penanggalan (kalender) Saka. Wilayah Western Satrap mencakup Rajastan, Madya Pradesh, Gujarat, dan Maharashtra.
Para raja dari Western Satrap biasanya memakai dua bahasa yaitu Sankrit (Sansekerta) dan Prakit serta dua aksara yaitu Brahmi dan Yunani dalam proses pembuatan prasasti dan mata uang logam kerajaan. Sejak pemerintahan Rudrasimha (160M-197M), pembuatan mata uang logam kerajaan selalu mencantumkan tahun pembuatannya berdasarkan pada Kalender Saka.
Keberadaan Sakas dengan Kalender Saka-nya, nampaknya bersesuaian dengan Legenda Jawa, yang menceritakan Ajisaka (Haji Saka), sebagai pelopor Penanggalan Saka di pulau Jawa.


Dewawarman I, bukan Ajisaka

Di dalam Naskah Wangsakerta, kita mengenal seorang pedagang dari tanah India, yang bernama Dewawarman I. Beliau dikenal sebagai pendiri Kerajaan Salakanagara. Ada sejarawan berpendapat, bahwa Dewawarman I adalah indentik dengan Haji Saka (Ajisaka). Akan tetapi apabila kita selusuri lebih mendalam, sepertinya keduanya adalah dua orang yang berbeda.
Ajisaka (Haji Saka), tidak dikenal sebagai pendiri sebuah Kerajaan, melainkan dikenal membawa pengetahuan penanggalan, bagi penduduk Jawa. Sebaliknya Dewawarman I adalah pendiri Kerajaan Salakanagara, dan tidak ada riwayat yang menceritakan, bahwa beliau pelopor Kalender Saka.
Dewawarman I di-indentifikasikan berasal dari Dinasti Pallawa (Pahlavas), beliau berkebangsaan Indo-Parthian, yang berkemungkinan salah satu leluhurnya adalah Arsaces I (King) of PARTHIA. Dan jika diselusuri silsilahnya akan terus menyambung kepada Artaxerxes II of Persia bin Darius II of Persia bin Artaxerxes I of Persia bin Xerxes I “The Great” of Persia bin Atossa of Persia binti Cyrus II “The Great” of Persia (Zulqarnain).

Sementara Ajisaka (Haji Saka), di-identifikasikan berasal dari Sakas (Western Satrap), beliau berkebangsaan Indo-Scythian, dimana susur galurnya besar kemungkinan, menyambung kepada keluarga kerajaan di India Utara (King Moga/Maues). 

Namun ternyata, kedua Leluhur masyarakat Sunda dan Jawa ini, memiliki satu persamaan, yakni : Dewawarman I (Indo-Parthian) dan Ajisaka (Indo-Scythian), sesungguhnya merupakan Zuriat (Keturunan) dari Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim (Bani Ishaq), yaitu melalui dua anaknya Nabi Yakub (Jacob) dan Al Aish (Esau). WaLlahu a’lamu bishshawab.

Sumber : THE TWO HOUSES OF ISRAEL, Who were the Saxons/Saka/Sacae/Scythians? Sons of IsaacKomunitas Muslim, dari Bani Israil dan (Connection) Majapahit, Pallawa dan Nabi Ibrahim ?
http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/05/09/legenda-ajisaka-mengungkap-zuriat-nabi-ishaq-di-nusantara/