Blog yang memuat aneka tulisan tentang sejarah, khususnya sejarah Indonesia dan Melayu. Mudah-mudahan bermanfaat.
Rabu, 27 April 2011
Kita Punya Sejarah Hebat
Pepatah bilang “yang lalu biarlah berlalu”. Tapi untuk sejarah, jangan sampe deh yang lalu berlalu tanpa kita tahu ada apa di masa lalu. Rugi. BTW, kalo inget pelajaran sejarah, kadang kita ngerasa bete banget dengan pelajaran itu. Abis…isinya hapalan doang. Kalo ada TTS-nya sih masih mending. Tahu sendiri, kadang kita paling males kalo disuruh menghapal. Keseringan lupa daripada nggak ingetnya. Kecuali suruh hapalin jadwal kampanye pemilu. Biar bisa dapet kaos gratisan. Hehehe…..
Sejarah emang masa lalu, tapi justru karena ada masa lalu itulah kita enjoy hidup pada masa kini. Iya dong. Kalo Thomas Alfa Edison nyerah dalam percobaan lampu pijarnya, kayaknya kamar kita masih dihiasi lampu templok, lilin, atau petromak. Kalo dulu Alexander Graham Bell nggak kreatif bikin nenek moyangnya telepon, mungkin aja sekarang kita masih pake bekas kaleng susu yang dihubungkan dengan benang biar bisa komunikasi. Hihihi..ini mah Flinstone punya euy!
Nggak ada ruginya lho kita belajar sejarah. Kita jadi banyak tahu asal-usul sesuatu. Apalagi sejarah Islam. Dijamin, kita akan terbelalak melihat kejayaan Islam pada masa lalu dengan peradabannya yang agung dan modern. Para ilmuwan Islam pun jadi ‘jagoan' untuk setiap bidang iptek yang digelutinya. Malah kecanggihan peradaban Barat masa kini diawali ketika mereka mengenal peradaban Islam. Jadi, geber aja buletin Studia kali ini. Biar wawasan sejarah Islam kamu bertambah. Oke? Taariiik…!
Kejayaan Islam masa lalu
Sobat muda muslim, mungkin kita nggak bakal nyangka kalo Islam bisa sampe ke negerinya Fernando Hiero di Spanyol sono. Padahal letaknya jauh banget dari tempat lahirnya sang utusan Allah Swt. Inilah hasil kerja keras kaum Muslimin dalam menyebarkan dakwah. Rasulullah saw. bersabda: ” Islam pasti akan mencapai wilayah yang diliputi siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan rumah yang megah maupun yang sederhana, kecuali akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan memuliakan orang yang mulia dan dengan menghinakan orang yang hina. Mulia karena Allah akan memuliakannya dengan Islam; hina karena Allah akan menghinakannya akibat kekafirannya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, jld. IV/103).
Sejarah udah ngebuktiin kebenaran hadis di atas. Pada masa Rasulullah saw., Mekkah, Khaibar, Bahrain, seluruh jazirah Arab, dan seluruh wilayah Yaman berhasil dibebaskan (terbebas dari kekufuran dan tunduk di bawah pemerintahan Islam). Berlanjut pada kekhalifahan Abu Bakar r.a. sebagian daerah Syams, Bashrah, Damaskus, dan negeri-negeri sekitarnya berhasil dibebaskan. Khalifah Umar bin Khathab-lah yang membebaskan seluruh wilayah Syam, seluruh wilayah Mesir, dan sebagian kekuasaan Byzantium. Dan di bawah pemerintahan Utsman bin Affan, Islam telah sampai ke penjuru Timur dan Barat. Negeri-negeri di kawasan Maroko dan sekitarnya dapat dibebaskan sampe negerinya Jet Li.
Pasca kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, kekuasaan Islam makin luas. Beberapa prestasi tertorehkan dengan tinta emas dalam sejarah Islam. Seperti saat penak-lukkan Andalusia, Spanyol.
Waktu itu tahun 92 H/711M. 7000 pasukan Mus-lim di bawah pimpinan Panglima Thariq bin Ziyad bela-belain menyebrangi selat Gibraltar (Jabal Thariq) biar bisa sampe di Spanyol. Atas pertolongan Allah, pasukan raja Rhoderick (Spanyol) yang berkekuatan 100.000 pasukan tumbang di tangan pasukan Thariq bin Ziyad yang hanya berjumlah 7000 plus 5000 pasukan tambahan. Allahu Akbar!
Inilah awal penyebaran dakwah Islam di Eropa. Jadi nggak usah bingung kalo kita sempet mimpi ke Spanyol ngeliat masjid Cordoba yang megah nan indah. Masjid yang dibangun pada masa Abdurrahman III dari Bani Umayyah ini tinggi menaranya 40 hasta di atas batang-batang kayu berukir. Udah gitu ditopang oleh 1093 tiang yang terbuat dari berbagai macam marmer bermotif papan catur. Di sisi selatan tampak 19 pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi yang sangat menakjubkan. Sementara pintu tengahnya berlapiskan lempeng-lempeng emas.
Kejayaan Islam belanjut sampe masa pemerintahan Utsmaniyah. Setelah sebelum-nya, pasukan Sultan Muhammad al-Fatih (1453 M) berhasil menaklukkan Konstantinopel, kerajaan Byzantium Timur. Nama Konstan-tinopel pun diubah menjadi Istambul dan dijadikan ibukota Kekhilafahan Islam Utsmaniyyah.
Peradaban dan ilmuwan Islam
Sobat muda Muslim, kejayaan Islam nggak cuma di medan tempur. Keliru kalo ada orang yang nganggap kaum Muslimin itu bangsa Barbar karena doyan menumpahkan darah di medan perang. Peperangan itu semata-mata untuk menyebarkan Islam. Kagak pake embel-embel pembumihangusan atau ekploitasi kekayaan alam. Nehi…nehi… itu cuma kelakuan negara kemaruk macam AS.
Sebelum mengenal peradaban Islam, keadaan negeri-negeri Barat sungguh memprihatin-kan. Dalam bu-ku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambon dije-laskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesu-dah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar. Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak lebih baik daripada hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara. Mereka tidak mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di depan rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk. Dan kota terbesar di Eropa penduduk-nya tidak lebih dari 25.000 orang.
Kondisi di atas jauh banget bedanya ama keadaan kota-kota besar Islam pada waktu yang sama. Seperti di kota Cordoba, ibukota Andalus di Spanyol. Cordoba dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000 gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua penduduknya terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu secara cuma-cuma.
Selain ketinggian peradaban Islam, para ilmuwan Muslim juga punya peran besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dunia.
Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai ‘dokter Muslim terbesar'; atau pakar kedokteran Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]). Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M disebut-sebut sebagai Bapak Kimia. Algoritma yang kita kenal dalam pelajaran matematik itu berasal dari nama seorang ahli matematik Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M). Dan masih bejibun ilmuwan-ilmuwan Islam yang menjadi pelopor perkembangan iptek di dunia. Kalo disebutin semua, ntar nggak kelar-kelar tulisannya. Hehehe..
Semua tinggal sejarah…
Bener sobat. Semua kejayaan Islam yang diceritain di atas kini tinggal sejarah. Sebuah romantisme saat kita mengenangnya. Andalusia dikuasai lagi oleh orang kafir. Masjid Cordoba pun diubah menjadi tempat wisata. Gelar umat terbaik yang Allah berikan berubah menjadi umat tertindas. Padahal jumlah umat Islam buwanyak banget. Kenapa ya umat Islam bisa mundur?
Banyak faktor yang bikin umat Islam mundur. Salah satunya dari invasi pemikiran dan budaya sekular Barat. Menjelang keruntuhannya, kekhilafahan Utsmaniyah membolehkan orang-orang kafir untuk mendirikan berbagai pusat kajian ilmu pengetahuan. Padahal lembaga ini jadi pusat misionaris dan orientalis untuk menhancurkan pemiki-ran Islam. Mereka yang menghembus-kan nasionalisme untuk meme-cah-belah negeri-negeri yang tergabung dalam kekhila-fahan. Melalui agen-agennya, orang kafir berusaha masuk ke jajaran pemerintah dan menjadi pe-mimpin gerakan nasionalis yang berkembang di negeri-negeri Islam.
Dan akhirnya, tepat pada tanggal 3 Maret 1924 M (27 Rajab 1324 H) kekhilafahan Utsmaniyah dihapus. Setelah seorang agen Inggris, Mustafa Kemal mengumumkan pemecatan khalifah, pembu-baran sistem khilafah, dan menjauhkan Islam dari negara. Sejak saat itulah kondisi kaum Muslimin kian sekarat. Negeri-negeri kaum Muslimin terpecah-belah dan kejayaan Islam pun tinggal sejarah.
Mengembalikan kejayaan Islam
Sekarang udah tahu dong kenapa umat Islam bisa mundur? Yup, karena di depannya ada tembok. Jadi nggak bisa maju. Hehehe.. bukan ding, karena pengaruh pemikiran dan budaya sekular Barat. Padahal dulu Islam jaya justru karena semua-mua aturannya diterapkan oleh Khilafah Islamiyah. Islam diemban sebagai ideologi negara.
Berarti sekaranglah waktunya buat kita, kaum Muslimin untuk ikut berjuang demi kembalinya kejayaan Islam. Karena Khilafah Islam udah nggak ada, berarti tugas kita untuk ngadain lagi. Caranya? Cukup ngikutin teladan Rasulullah saw. yang mendirikan Negara Islam pertama di Madinah.
Pertama-tama Rasulullah mengajak orang-orang terdekatnya untuk masuk Islam. Lalu ikut mendakwahkan, dan memperjuang-kannya. Setelah agak banyak, beliau membentuk kelompok dakwah dengan Darul Arqam sebagai pusat pembinaannya. Makin lama, orang kafir mulai kurang ajar ama Rasulullah dan para sahabat. Beliau pun mengunjungi beberapa kabilah untuk meminta perlindungan atas kaum Muslimin dan dakwahnya. Sampai akhirnya, Mushab bin Umair yang diutus Rasul ke Yastrib (Madinah) untuk menyebarkan Islam membawa berita gembira. Dua suku terbesar di Yastrib, suku Aus dan Khazraj memeluk Islam dan bersedia diatur segala urusannya oleh Rasulullah. Maka beliau pun berhijrah dari Mekkah ke Madinah dan mendirikan Negara Islam pertama di sana.
Sekarang yang jadi pertanyaan, kira-kira posisi apa yang bisa kita tempatin untuk ikut andil dalam perjuangan Islam sekarang ini?
Gampang. Minimal kita nggak malu untuk mempelajari, memahami, dan menyampaikan Islam. Yang penting kita ambil bagian dalam dakwah Islam. Sebagai langkah awal, kita bisa ngikut kajian Islam. Syukur-syukur berlanjut jadi kajian rutin. Biar pemahaman kita makin kuat dan berani menyuarakan Islam di lingkungan kita yang sekular.
Bagusnya kita juga ikut gabung dengan harakah (gerakan Islam) yang bertujuan untuk menegakkan hukum Allah melalui tegaknya Khilafah Islamiyah. Dengan bertambahnya barisan perjuangan Islam dan keikhlasan para pejuang itu, kita berharap pertolongan Allah segera datang. Sehingga kaum Muslimin akan berjaya kembali. Seperti janji Allah:
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa (QS. an-Nûr [24]: 55)
Nah, sobat muda muslim, kejayaan Islam memang tinggal sejarah, tapi dakwah Islam nggak boleh punah dong. Iya khan? Bahkan kita dan mungkin anak-cucu kita akan kembali mengukir sejarah ini. Kami pasti akan kembali! Islam pasti akan memimpin kembali dunia ini. Jadi tetep kenceng dakwahnya, tetep semangat berjuangnya, tetep istiqomah dalam jalan-Nya. We are the champions my friends! Hari ini dan esok milik kita. Insya Allah. [hafidz]
Sumber: Buletin Gaul Islam Edisi 186/Tahun ke-5 (15 Maret 2004) http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/kita-punya-sejarah-hebat.html.
Label:
cordoba,
islam,
kordoba,
Sejarah hebat
Minggu, 24 April 2011
Dialog Bung Karno dan Kadirun Yahya
Suatu hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Kadirun Yahya, anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU).
Bung Karno (BK): Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysica-man.
Kadirun Yahya (KY): Apa soalnya Bapak Presiden?
BK: Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?
KY: Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.
BK: Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga.
Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit‘t geheim?
Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas.
KY: Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta.
KY menulis dikertas:10/10 = 1.
BK menjawab: Ya.
KY: 10/100 = 1/10.
BK: Ya.
KY: 10/1000 = 1/100.
BK: Ya.
KY: 10/bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: 1000000/ bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
KY: Dosa dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
KY: Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Mahaakbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.
BK diam sejenak lalu bertanya: Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?
KY: Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
BK berdiri dan berucap: Professor, you are marvelous, you are wonderful, enourmous. Kemudian aia merangkul KY dan berkata: Profesor, doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.
Beberapa tahun kemudian, Bung karno meninggal dunia. Resensi-resensi harian-harian dan majalah-majalah ibukota yang mengkover kepergian beliau, selalu memberitakan bahwa beliau dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya.
sumber: http://berbagi.seindonesia.com/2011/03/dialog-bung-karno-dan-kadirun-yahya.html
Label:
bung karno,
ir soekarno,
kadirun yahya,
presiden RI,
soekarno,
surga schap
Kamis, 21 April 2011
Rahasia Sejarah Kemerdekaan Indonesia yang tak Tercatat!!
Tahukah anda, tentang sejarah kemerdekaan RI? Dari sejarah-sejarah yang tertulis dibuku-buku mata pelajaran sejarah, ternyata ada fakta-fakta yang tidak tercatat.
17 Agustus merupakan hari besar kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, 66 tahun yang lalu merupakan hari paling bersejarah negeri ini karena di hari itulah merupakan awal dari kebangkitan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan sekaligus penanda awalnya revolusi. Namun, ada beberapa hal menarik seputar hari kemerdekaan negeri kita tercinta ini yang sayang jika belum Anda ketahui.
1. Soekarno Sakit Saat Proklamirkan Kemerdekaan
Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00 (2 jam sblm pembacaan teks Proklamasi), ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Saat itu, tepat di tengah2 bulan puasa Ramadhan.
‘Pating greges’, keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi. Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta.
Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. ‘Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!’, ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya; masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai…
2. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Dibuat Sangat Sederhana
Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nanti selama lebih dari 300 tahun!
3. Bendera dari Seprai
Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI. Tetapi dari apakah bendera sakral itu dibuat? Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto!
4. Akbar Tanjung Jadi Menteri Pertama “Orang Indonesia Asli”
Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar ‘orang Indonesia asli’. Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. ‘Orang Indonesia asli’ pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan (1988-1993).
5. Kalimantan Dipimpin 3 Kepala Negara
Menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, Kalimantan adalah bagian integral wilayah hukum Indonesia. Kenyataannya, pulau tersebut paling unik di dunia. Di pulau tersebut, ada 3 kepala negara yang memerintah! Presiden Soeharto (memerintah 4 wilayah provinsi), PM Mahathir Mohamad (Sabah dan Serawak) serta Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei).
6. Setting Revolusi di Indonesia Diangkat Ke Film
Ada lagi hubungan erat antara 17 Agustus dan Hollywood. Judul pidato 17 Agustus 1964, ‘Tahun Vivere Perilocoso’ (Tahun yang Penuh Bahaya), telah dijadikan judul sebuah film – dalam bahasa Inggris; ‘The Year of Living Dangerously’. Film tersebut menceritakan pegalaman seorang wartawan Australia yg ditugaskan di Indonesia pada 1960-an, pada detik2 menjelang peristiwa berdarah th 1965. Pada 1984, film yang dibintangi Mel Gibson itu mendapat Oscar untuk kategori film asing!
7. Naskah Asli Proklamasi Ditemukan di Tempat Sampah
Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
8. Soekarno Memandikan Penumpang Pesawat dengan Air Seni
Rasa-rasanya di dunia ini, hanya the founding fathers Indonesia yang pernah mandi air seni. Saat pulang dari Dalat (Cipanasnya Saigon), Vietnam, 13 Agustus 1945, Soekarno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat dan dr Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda. Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah dipikir, dicari jalan keluarnya untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya. Karena angin begitu kencang sekali, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang.
9. Negatif Film Foto Kemerdekaan Disimpan Di Bawah Pohon
Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?
10. Bung Hatta Berbohong Demi Proklamasi
Kali ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru. Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta memakai paspor dengan nama ‘Abdullah, co-pilot’. Lalu beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi.
Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Dandhi mengetahui perjuangan Hatta. Setelah pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa ‘Abdullah’ itu adalah Mohammad hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi tahu yang sebenarnya.’You are a liar !’ ujar tokoh kharismatik itu kepada Nehru.
sumber: http://cukuptauaja.wordpress.com/2010/08/01/rahasia-sejarah-kemerdekaan-indonesia-yang-tak-tercatat/
Jumat, 15 April 2011
Siapa Sultan Hamid II, Pencipta Lambang Negara Garuda Pancasila?
Siapa perancang lambang negara Indonesia Garuda Pancasila? Sultan Hamid II. Penguasa Kalimantan Barat pada masanya ini sangat berjasa pada Indonesia. Namun sejarah "resmi" menutup-nutupinya.
Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Rabu, 13 April 2011
Presiden Yang Terlupakan
Di dalam perjalanannya, sejarah mencatat, bahwa Indonesia dipimpin oleh seorang kepala negara yang menjalankan pemerintahan, yaitu presiden. Ada 6 nama presiden yang umum diketahui selama ini sebagai pemimpin pemerintahan NKRI. Mereka, adalah :
1. Soekarno (1945-1966)
2. Soeharto (1966-1998)
3. BJ. Habibie (1998-1999)
4. Abdurahman Wahid (1999-2001)
5. Megawati Sukarnoputri (2001-2004)
6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004-sekarang)
Namun, ada dua nama presiden yang dilupakan oleh sejarah Indonesia. Nama-nama yang terlupakan begitu saja itu, adalah Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dari tanggal 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949, dan Mr. Assaat yang memangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia (RI) pada periode 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB).
Dua nama Presiden tersebut merupakan nama yang tak tercatat di dalam sejarah Indonesia, mungkin karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja dengan alasan-alasan tertentu.
Sjafruddin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Presiden yang merangkap menteri pertahanan, penerangan, dan luar negeri ad interim pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), yang dibentuk untuk menyelamatkan pemerintahan RI.
Saat itu, Belanda baru saja melancarkan agresi militer ke-2, pada 19 Desember 1948, di Ibukota RI yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta. Belanda pun menahan Presiden dan Wakil Presiden RI saat itu, Soekarno-Hatta.
Di sela-sela penangkapan itu, Soekarno mengirim telegram kepada Sjafruddin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran RI, dan tengah berada di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kepada Sjafruddin, Soekarno meminta agar dibentuk pemerintahan darurat di Sumatera, jika pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi.
Sjafruddin dan tokoh-tokoh bangsa lainnya di Sumatera kemudian membentuk PDRI, untuk menyelamatkan negara yang berada dalam keadaan berbahaya akibat kekosongan posisi kepala pemerintahan (Vacuum Of Power). Karena, posisi itu menjadi salah satu syarat internasional untuk di akui sebagai negara di dunia. PDRI pun diproklamirkan 22 Desember 1948 di Desa Halaman, sekitar 15 Kilometer dari Payakumbuh.
Jabatan Presiden merangkap menteri pertahanan, penerangan, dan luar negeri ad interim yang di isi Sjafruddin, kemudian berakhir setelah dia menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno yang kembali ke Yogyakarta pada 13 Juli 1949. Riwayat PDRI pun berakhir.
Mr. Assaat pernah dipercaya menjabat Pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia (RI), pada periode 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. Jabatan itu diamanatkan kepada Mr. Assaat, setelah perjanjian KMB 27 Desember 1949 memerintahkan pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS).
RIS merupakan negara serikat yang terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia (RI), yang saat itu dipimpin pemangku sementara jabatan Presiden, Mr Assaad. Jabatan itu diisi Mr. Assaat, karena Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RIS, akibatnya pimpinan RI kosong.
Peran Mr. Assaat saat itu sangat penting, karena jika RI tanpa pimpinan, berarti ada kekosongan kekuasaan (Vacuum Of Power) dalam sejarah Indonesia. Jabatan Mr. Assaat sebagai pemangku sementara jabatan Presiden RI, berakhir setelah Belanda dan dunia internasional mengakui kembali kedaulatan RI.
RIS dilebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada 15 Agustus 1950. Soekarno dan Hatta kembali ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, sementara jabatan Mr. Assaat sebagai pemangku sementara jabatan Presiden RI dinyatakan berakhir.
Demikian sejarah 2 presiden RI yang dilupakan tersebut, semoga kita selalu mengingat, bahwa kita memiliki 2 orang presiden yang sangat berjasa saat itu, meskipun hanya bersifat sementara, namun keberadaan dan peran mereka sangatlah penting.
http://dirrga.com/2010/12/04/presiden-yang-terlupakan/
Label:
Mr amir Syarifudin,
Mr assaat,
presiden
Selasa, 12 April 2011
Perang Bubat
Pernahkah kita berpikir kok di Bandung tidak ada jalan Majapahit, Hayam Wuruk atau Gajah Mada, padahal di Medan, Jakarta dan kota2 lain di Indonesia nama jalan itu ada.
Hal ini terjadi karena ada sejarahnya, yaitu perang bubat.
Berikut ceritanya, mudah2an menambah pengetahuan kita (diambil dari wikipedia).
Perang Bubat adalah perang yang kemungkinan pernah terjadi pada masa pemerintahan raja Majapahit, Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada. Persitiwa ini melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat pada abad ke-14 di sekitar tahun 1360 M. Sumber-sumber tertua yang bisa dijadikan rujukan mengenai adanya perang ini terutama adalah Kidung Sunda dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali.
Rencana pernikahan
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.[rujukan?]
Namun catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit, dianggap keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama Dyah Lembu Tal adalah nama laki-laki.
Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamarnya. Upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubuminya yaitu Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.
Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Berangkatlah Linggabuana bersama rombongan Sunda ke Majapahit, dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.
Kesalah-pahaman
Melihat Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit, maka timbul niat lain dari Mahapatih Gajah Mada yaitu untuk menguasai Kerajaan Sunda, sebab untuk memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya tersebut, maka dari seluruh kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan hanya kerajaan sundalah yang belum dikuasai Majapahit. Dengan makksud tersebut dibuatlah alasan oleh Gajah Mada yang menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit, sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah ia ucapkan pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta. Ia mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan mengakui superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri menurut Kidung Sundayana disebutkan bimbang atas permasalah tersebut, karena Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.
Gugurnya rombongan Sunda
Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.
Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri dan pejabat kerajaan Sunda, serta putri Dyah Pitaloka.
Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.
Akibat peristiwa Bubat ini, dikatakan dalam catatan tersebut bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai wafatnya (1364). Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan esti larangan ti kaluaran, yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak timur negeri Sunda (Majapahit).
Label:
Dyah Pitaloka,
gajah mada,
hayam wuruk,
Linggabuana,
perang bubat
Jumat, 08 April 2011
SRIBADUGA Maha Raja PRABU SILIWANGI
Tersebutlah seorang Raja di Bumi Jawa Barat yang namanya tetaplah legendaris hingga saat ini. Dan Raja itu bernama Sri Baduga Maharaja Prabu SILIWANGI. Berdasarkan Keterangan dari Prasasti Batu Tulis yang terdapat di Jalan Batu Tulis Bogor. Beliau memerintah Bumi Jawa Barat selama kurang lebih 39 tahun, terhitung sejak tahun 1482 hingga 1521 Masehi, dengan nama kerajaannya adalah Galuh Pakuan PADJAJARAN. Saat ini nama GALUH PAKUAN PADJAJARAN bekas nama Kerajaan Sunda yang dulu beliau pimpin itu, oleh pemerintah pusat tetaplah di abadikan dengan menjadikannya sebagai nama dari sebuah Universitas Negeri di kota Bandung yaitu Universitas PADJAJARAN dan juga Universitas PAKUAN Bogor. Dan bukan hanya itu saja kebesaran nama Prabu SILIWANGI pun di abadikan secara Monumental sebagai Simbol Perjuangan Rakyat Jawa Barat melalui Divisi SILIWANGI Tentara Nasional Indonesia Korps Angkatan Darat. Yang sekarang di sebut Kodam III SILIWANGI. Menurut para ahli sejarah di masa pemerintahan beliau Prabu SILIWANGI, jumlah populasi penduduk Ibu Kota PAKUAN Kerajaan PADJAJARAN Jawa Barat adalah kurang lebih 48.271 Jiwa. Dan menempati urutan no 2 terbanyak jumlah penduduknya dari seluruh jumlah penduduk yang tinggal di Ibu Kota - Ibu Kota Kerajaan di Nusantara. Sedangkan Kerajaan dengan jumlah populasi penduduk Ibu Kotanya menempati urutan Pertama sekaligus terbesar di Nusantara kala itu adalah Ibu Kota Trowulan MAJAPAHIT di Jawa Timur.Dengan jumlah penduduknya yaitu 49.197 Jiwa.
Di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu SILIWANGI 1482 - 1521 Masehi Kerajaan Galuh Pakuan PADJAJARAN mencapai puncak masa KEJAYAANNYA. Dengan Pelabuhan Niaganya SUNDA KELAPA serta wilayahnya yang meliputi seluruh Jawa Barat, Selat Sunda hingga Pegunungan Dieng Wonosobo Jawa Tengah. Kerajaan Galuh Pakuan PADJAJARAN menjadi sebuah negara yang sangat di perhitungkan oleh segenap Kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara.Jadi tak heran jika di masa itu Pelabuhan Niaga SUNDA KELAPA yang kini merupakan salah satu pelabuhan kota JAKARTA, menjadi Pusat jalur lalu lintas PERDAGANGAN dan IMIGRASI berbagai Bangsa Asing dari Mancanegara ke Pulau JAWA. Pelabuhan-pelabuhan laut yang menjadi pusat perniagaan saat itu di antaranya adalah : Banten, Pontang, Cigede, Tamgara ( Muara Cisadane ), Sunda Kelapa ( Jakarta ), Karawang dan Muara Kali Cimanuk. Menurut catatan Tom Pires seorang Penjelajah berkebangsaan Portugis bersama 4 buah Kapal Dagang Portugis yang sedang berlabuh di pantai utara Jawa, lalu kemudian singgah di Padjajaran pada tahun 1513 Masehi. Mencatat bahwa : Kerajaan Sunda Padjajaran adalah Negeri para Ksatria sekaligus Pahlawan Laut, sebab para Pelautnya telah mampu berlayar ke berbagai negara mancanegara hingga sampai ke kepulauan Maladewa Srilangka. Dan kemudian Tom Pires pun mencatat bahwa komoditi perdagangan kerajaan Padjajaran yang terpenting adalah Beras mencapai 10 Jung pertahun, Lada 1000 bahar pertahun, mengekspor Kain Tenun ke kerajaan Malaka, Sayuran yang melimpah ruah, Daging serta Asam yang jika di gabung akan dapat untuk memuati lebih dari 1000 Kapal Dagang.
Berdasarkan catatan Tom Pires itu pula, beliau pun mencatat tentang keadaan Ibu Kota Pakuan Padjajaran. Dimana di katakan olehnya bahwa Rumah-rumah di Kota Pakuan Padjajaran sangatlah Indah dan Besar, terbuat dari Kayu dan Palem. Istana tempat tinggal Raja di kelilingi oleh 330 Tiang Pilar Kayu berukuran sebesar Tong Anggur dengan Tinggi 4 pathom atau sekitar 9 meter, di sertai berbagai ukiran Indah di atasnya. Tak lupa Tom Pires pun mencatat tentang pola perilaku masyarakat PADJAJARAN yang katanya adalah : Menarik, Ramah, Sopan, Jujur serta berbadan Tinggi Besar. Dan komentarnya pula tentang Sosok sang Sri Baduga Maharaja Prabu SILIWANGI di dalam bukunya “…THE KINGDOM Of SUNDA Is JUSSTTLY GOVERNED…” Tom Pires mengatakan bahwa : Sri Baduga Maharaja Prabu SILIWANGI adalah Sosok Seorang Raja Yang ADIL dan BIJAKSANA dalam memerintah segenap Rakyat Kerajaannya. Prabu SILIWANGI yang terlahir di Keraton SURAWISESA Kawali Ibu kota Kerajaan Galuh Sunda yang kini berada di daerah Ciamis Jawa barat itu adalah Putera dari Prabu Dewa Niskala, sedangkan Prabu Dewa Niskala adalah Putera dari Prabu Niskala Wastu Kancana yang merupakan Anak Lelaki satu-satunya dari Prabu Lingga Buana. Jadi secara urutan garis silsilah Prabu SILIWANGI adalah Cucu dari Prabu Niskala Wastu Kencana sekaligus Cicit dari Prabu Lingga Buana sang Mokteng Bubat. Oleh Kakeknya yaitu Prabu Niskala Wastu Kencana beliau di beri nama Sang PAMANAH RASA, sedangkan oleh Ayahandanya yaitu Prabu Dewa Niskala, beliau di beri nama Sang JAYA DEWATA.
Di usia remaja / masa mudanya Sang PAMANAH RASA / JAYA DEWATA ternyata tumbuh menjadi seorang Pemuda Tampan dan Gagah yang lebih cendrung mewarisi karakter / sifat perilaku dari Kakeknya yaitu Prabu Niskala Wastu Kencana, ketimbang ayahnya Prabu Dewa Niskala. Sang PAMANAH RASA / JAYA DEWATA pun kemudian mengikuti jejak Sang Kakek yaitu gemar TIRAKAT / Lelaku PERIHATIN ( Pengendalian Diri ) serta menjadi Seorang Ksatria PENGEMBARA. Meskipun Ia adalah Seorang Putera Mahkota / Pangeran Kerajaan Galuh, namun Sang PAMANAH RASA / JAYA DEWATA Muda tidaklah mau tinggal DIAM serta ASYIK terbuai oleh kehidupan MEWAH di ISTANA yang penuh Hidangan Nikmat serta pelayanan Gadis - gadis Cantik Dayang-dayang Istana. Ia pun kemudian pergi mengembara ke wilayah utara Jawa sampai ke Muara Jati Cirebon. Dan berkat Ketekunan serta Perjalanan Lelaku Prihatin / Tirakat Pengendalian Diri yang di mulai sejak masa Mudanya itulah, yang kemudian berhasil membentuk karakter Sang PAMANAH RASA / JAYA DEWATA Menjadi Seorang Raja yang ADIL, ARIF, BIJAKSANA serta berhasil mempersatukan seluruh wilayah Kerajaan Jawa Barat di bawah Panji-panji PADJAJARAN. Di mana Kemakmuran dan Kesentausaannya Tersiar Memancar ke seantero pelosok Bumi Nusantara dan Mancanegara. Sehingga pantaslah Beliau jika kemudian memperoleh Nama Gelar Kehormatan sebagai Sang Hyang Prabu SILIWANGI. Oleh karena Beliau memanglah teramat sangat di Cintai sekaligus di Hormati oleh segenap Anak Cucu Keturunan serta Rakyatnya hingga saat ini…”
Oleh : Albert Dody Richmant
sumber:http://penanusantara.wordpress.com/2010/12/07/sribaduga-maha-raja-prabu-siliwangi/
Label:
kerajaan padjadjaran,
prabu siliwangi,
sunda
Langganan:
Postingan (Atom)