Museum memang selalu identik dengan suasana yang tenang. Para pengunjung biasanya berusaha untuk tidak membuat suara berisik di situ, karena ingin khusyuk melihat-lihat koleksi di museum. Begitu pula dengan Museum Timah Indonesia yang ada di Kota Pangkalpinang. Museum tersebut selalu terasa tenang dan damai, hanya saja ketenangan tersebut bukan dikarenakan pengunjung tidak membuat suara berisik, melainkan karena tidak ada seorang pengunjung pun yang datang.
Pelaksana harian Humas PT. Timah Tbk Rofian Tagore, kepada Metro Bangka Belitung menjelaskan Museum Timah bukanlah museum budaya melainkan museum teknik. Museum tersebut hanya menampilkan benda-benda sejarah pertimahan yang berhubungan dengan aktivitas pertimahan dan tidak untuk menampilkan benda-benda budaya. �Kalaupun ada benda budaya yang ditampilkan di sana, karena Museum Timah kan cuma satu-satunya, jadi ya disimpan saja disana,� ungkap Rofian.
Museum Timah sudah didirikan sejak zaman UPTB (Unit Penambangan Timah Bangka). Setelah terjadi restrukturisasi dalam tubuh PT Tambang Timah (Persero), maka museum tersebut langsung dikelola oleh PT. Timah. Lalu, diadakanlah renovasi terhadap bangunan museum pada tahun 1979.
Alasan PT. Timah memilih bangunan yang sekarang menjadi Museum Timah itu adalah karena bangunan tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi. Pada masa perjuangan, gedung tersebut sering dijadikan gedung pertemuan. Bahkan, Bung Karno dan Bung Hatta pun pernah menginap disana.
Seluruh biaya operasional dan perawatan museum tersebut sepenuhnya ditanggung oleh PT. Timah. Dalam satu tahun, PT. Timah mengeluarkan dana sebesar Rp. 24 juta. Uang tersebut digunakan untuk membayar dua karyawan yang bertugas untuk menjaga dan merawat museum, serta untuk membeli barang-barang kebutuhan perawatan museum.
Museum Timah dibuka dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB setiap harinya. Bila pengunjung membutuhkan informasi yang lebih lengkap mengenai koleksi yang ada di museum, maka penjaga akan menghubungi pihak Humas PT. Timah untuk datang dan memberikan informasi yang dibutuhkan pengunjung.
Disinggung mengenai proses pengumpulan koleksi yang ada di museum, Rofian menjelaskan hampir semua koleksi yang ada di museum timah adalah bekas aktivitas penambangan timah. Ada juga yang merupakan titipan atau sumbangan dari kolektor yang memiliki benda-benda bersejarah yang berhubungan dengan pertimahan.
�Terkadang kita menghubungi kolektor dan mengajak mereka bekerja sama untuk menyumbangkan koleksinya ke museum dengan memberikan kompensasi berupa ganti rugi. Tapi, ada juga yang memang ingin menyumbangkan benda sejarah miliknya ke museum,� ungkap Rofian.
Ketika dikonfirmasi mengenai isu yang beredar bahwa museum Timah pernah mengalami kehilangan sebagian dari koleksinya, Rofian membantah keras. �Sampai sekarang, tidak ada koleksi museum yang hilang,� ungkapnya.
Sungguh sangat disayangkan, museum yang menyimpan saksi bisu perjalanan pertimahan di Bangka Belitung tersebut sangat jarang didatangi pengunjung. Menanggapi hal tersebut, Rofian mengatakan sebagian masyarakat Babel memang kurang tertarik pada benda-benda bersejarah.
�Mungkin kebutuhan masyarakat kita tidak tersalurkan pada benda-benda bersejarah,� ucapnya. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap benda-benda bersejarah juga menjadi salah satu penyebab sepinya pengunjung yang datang ke museum.
Pintu Musuem Selalu Tertutup
Rika, Pelajar SMK Perikanan Pangkalpinang mengakui, bahwa ia belum pernah mengunjungi Museum Timah. Ia merasa enggan untuk datang karena melihat suasana museum yang sangat sepi dan terkesan tertutup untuk umum.
�Habisnya, setiap kali saya lewat depan museum, pintunya selalu tertutup, jadi saya kira museum itu bukan untuk umum dan tidak buka setiap hari,� ungkap siswi berusia 15 tahun ini.
Tak berbeda dengan Rika, Linda selaku Wakil Ketua OSIS SMK Perikanan Pangkalpinang mengungkapkan, bahwa sebenarnya dia sangat ingin mengunjungi Museum Timah. Hanya saja,keadaan museum yang selalu sepi membuat niatnya tersebut tertunda.
Ia merasa bingung mengenai cara mengunjungi Museum Timah, karena menurutnya museum seolah menutup diri. Pintu yang selalu tertutup membuat Linda mengurungkan niat untuk datang.
Linda menyarankan agar pihak museum menempelkan jadwal berkunjung di gerbang museum, agar masyarakat bisa tahu bahwa museum memang dibuka untuk umum.
http://metrobangkabelitung.wordpress.com/2008/04/29/museum-timah-sepi-pengunjung/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar