Terinspirasi organisasi kepemudaan komunis di Uni Soviet dan China, Sukarno bubarkan semua organisasi kepanduan, dan bikin Pramuka
PERINGATAN atau penghapusan hari bersejarah memang menjadi kebijakan politis suatu rezim. Pada zaman Orde Baru, semua yang berbau komunis diberangus. Sebut saja, Hari Buruh 1 Mei dan Hari Tani 24 September untuk memperingati lahirnya UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA) pada 24 September 1960. Hari Buruh dilarang sejak 1967 dan Hari Tani diganti menjadi Hari Ulang Tahun UUPA; karena gerakan buruh dan reforma agraria dianggap bermuatan komunis. Namun, ada peringatan yang latar belakang sejarahnya “beraroma komunis” tapi tetap diperingati pada masa Orde Baru dan berlangsung sampai sekarang, yaitu Hari Pramuka 14 Agustus.
“Terpengaruh oleh Komsomol di Uni Soviet dan organisasi pemuda komunis di RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang menyambut kedatangannya ketika berkunjung ke kedua negara tersebut, Presiden Sukarno pada 9 Maret 1961 membubarkan semua organisasi kepanduan. Terutama yang dianggapnya kebarat-baratan dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia,” tulis Benny G Setiono Tionghoa dalam Pusaran Politik.
Komsomol (Kommunisticheskii Soyuz Molodyozhi) atau All-Union Leninist Young Communist League dibentuk pada 1918 sebagai organisasi pemuda berusia 14-28. Organ partai ini menyebarkan ajaran Komunis dan kaderisasi anggota Partai Komunis. Untuk usia 9-14 ditampung dalam All-Union Lenin Pioneer Organization, dan untuk anak-anak usia 9 tahun ke bawah dalam Little Octobrist. Seperti halnya Komsomol, Liga Pemuda Komunis China, yang dideklarasikan pada 1920 dengan nama Liga Pemuda Sosialis merupakan organ penting Partai Komunis China. Anak-anak di atas tujuh tahun bergabung dengan Pionir Muda Komunis. Liga Pemuda Komunis China ini telah melahirkan pemimpin teras China, seperti Presiden China Hu Jintao.
Terinspirasi Komsomol dan Liga Pemuda Komunis China, Sukarno mengusulkan agar menyatukan seluruh organisasi kepanduan ke dalam sebuah organisasi nasional. Selain itu, karena kepanduan di Indonesia menjadi onderbow partai politik. “Sesudah tahun 1920 timbul banyak sekali kepanduan Indonesia sebagai cabang (onderbouw) perkumpulan-perkumpulan orang dewasa; unsur politik nasional terkandung di dalamnya,” tulis AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum. Dan, salah satu partai politik saat ini yang memilik divisi kepanduan adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Pandu Keadilan.
Gerakan kepanduan di Hindia Belanda, Nederlansche Padvinders Organisatie Vereeniging (NIPV) berdiri pada 1912. Empat tahun kemudian, Mangkunegara VII mendirikan Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). “Maksudnya menjadi tempat pembibitan ketentaraan Mangkunegaran,” tulis Pringgodigdo. Setelah JPO, pada 1918 Muhammadiyah mendirikan Hizbul Wathon –nama semula Muhammadiyah Pandvinderij. Terutama di Semarang banyak kepanduan komunis berhubungan dengan PKI, yang anggotanya murid-murid sekolah Sarekat Islam (SI) Merah dan Sarekat Rakyat. Budi Utomo mendirikan Nationale Padvinderij pada 1921; Jong Java di Solo mendirikan Jong Java Padvinderij (1922), Jong Islamieten Bond di Jakarta mendirikan Nationaal Islamitische Padvinderij (1925), Jong Sumatranen Bond kemudian bernama Pemuda Sumatra membentuk Pandu Pemuda Sumatra (1926). SI Putih mendirikan Sarekat Islam Afdeeling Padvinderij (1927), dan Algemeene Studieclub di Bandung mendirikan Nationaal Padvinderij Organisatie.
Suburnya pertumbuhan organisasi kepanduan membuat pemerintah Hindia Belanda mendirikan cabang-cabang NIPV di setiap sekolah HIS, MULO, dan AMS. Pemerintah Hindia Belanda juga meminta semua organisasi kepanduan melebur ke dalam NIVP. Namun, ditolak, kecuali kepanduan milik kaum teosofi, Jong Indonesische Padvinders Organisatie (1927). Karena penolakan itu, pada 1928 NIPV melarang organisasi kepanduan Indonesia memakai istilah padvinders dan padvinderij. Dalam kongres kepanduan SI pertama (2-5 Februari 1928) di Banjarnegara, Jawa tengah, Haji Agus Salim mengusulkan, kata padvinders diganti dengan “pandu” (penunjuk jalan) dan padvinderij diganti “kepanduan”. Usul diterima, Sarikat Islam Afdeeling Padvinderij diganti menjadi Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP).
Dalam perjalanannya, organisasi kepanduan membentuk federasi. Tapi, tak tahan lama, bahkan malah terpecah menjadi badan fusi kepanduan nasional dan kepanduan Islam. Pada zaman Jepang, semua organisasi kepanduan dibekukan. Diganti dengan gerakan semimiliter seperti Seinendan, Keibodan, dan lain-lain.
Sebelum penyerahan kedaulatan akhir tahun 1949 di daerah yang dikuasai Republik Indonesia hanya ada satu organisasi kepanduan. Tapi, waktu terbentuk Republik Indonesia Serikat, organisasi kepanduan mencapai 104 organisasi. Dan pada 1954 tercatat 71 organisasi kepanduan dengan jumlah anggota lebih kurang 194 ribu pandu putra dan 41 ribu pandu putri. Karena itu, pemerintah membentuk federasi yang terbagi dua: pandu putra dan putri. Sultan Hamengkubuwono IX memimpin ketua Ikatan Pandu Putra Indonesia (Ippindo). Walau demikian, kondisi kepanduan masih terpecah sehingga Menteri P&K Bahder Djohan sulit menentukan pembiayaannya. Jambore pertama yang diikuti 4 ribu pandu diadakan pada peringatan 17 Agustus 1955 di Pasar Minggu, Jakarta. Ippindo kemudian direorganisasi dan berganti nama menjadi Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo) pada 1960.
Pada 1960, Sukarno memerintahkan Menteri P&K Prijono, yang beraliran kiri, untuk mempersatukan organisasi kepanduan Indonesia. Untuk itu, diadakan rapat di Ciloto. Rapat gagal mempersatukan kegiatan kepanduan. Menurut buku Sri Sultan, Hari-Hari Hamengku Buwono IX, Prijono dicurigai akan memberi nama Pionir Muda yang berbau komunis kepada kepanduan Indonesia. Dia juga mencoba mengubah warna kacu (dasi pandu) dengan warna merah. Rencanan Prijono ditentang. Dan, Sultan HB IX mengusulkan nama Pramuka.
Panitia terdiri dari Sultan Hamengkubuwono IX, Menteri P&K Prijono, Menteri Pertanian Dr Azis Saleh, dan Menteri Transmigrasi Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa Achmadi, berhasil membentuk organisasi Pramuka menggantikan organisasi-organisasi kepanduan.
“Dalam anggaran dasar kepanduan yang ditandatangani Djuanda kata ‘Pandu’ diganti dengan ‘Pramuka’. Istilah Pramuka diambil Sultan dari istilah poromuko, semacam pasukan yang berdiri paling depan dalam peperangan. Jadi, tak benar anggapan bahwa kata itu dikenalkan oleh Menteri Prijono yang memperkenalkan istilah Pionir Muda,” demikian tertulis dalam Sri Sultan, Hari-Hari Hamengku Buwono IX. Sebagai kompromi, supaya kata Pramuka sama dengan Pionir Muda, sebutan itu diakali seolah-olah merupakan singkatan Praja Muda Karana, yang artinya warga negara muda yang bekerja.
Gerakan Pramuka disahkan dengan Keputusan Presiden No. 238 tanggal 20 Mei 1961, dan pelantikan Ketua Umum Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dilakukan pada 14 Agustus 1961, yang kemudian dijadikan Hari Gerakan Pramuka. Menariknya, dalam Keppres tersebut dinyatakan maksud dan tujuan Pramuka agar “pemuda Indonesia … ber-Panca-Sila, setia-patuh kepada NKRI, berpikir dan bertindak atas landasan-landasan Manusia-Sosialis-Indonesia…”
View the original article here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar