Selasa, 13 September 2011

WANGSAKERTA, Kumpulan Tulisan Pengeran Wangsakerta


         Kehadiran naskah‑naskah kuno (pustaka) Pangeran Wangsakerta Cirebon abad ke‑17 Masehi, setelah diuji secara filologi oleh para ahli, Tim Penggarap Naskah Pangeran Wangsakerta (dipimpin oleh Prof Dr. H. Edi S. Ekadjati, Program Kerja Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1989‑1991), telah menjadi sumber yang berharga bagi ilmu pengetahuan sejarah.
          Nama Pangeran Wangsakerta mulai menarik minat kalangan sejarah, setelah diterbitkan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, yang ditulis oleh Pangeran Arya Cirebon dalam tahun 1720. Pangeran Arya Cirebon alias Pangeran Adiwijaya, adalah putera bungsu Sultan Kasepuhan pertama. la kemenakan Pangeran Wangsakerta.
          Dalam percaturan Sejarah Tatar Sunda, Priangan khususnya, nama Pangeran Arya Cirebon cukup dikenal, karena sejak tahun 1706 ia ditunjuk oleh Kompeni Belanda menjadi opzichter para bupati di Priangan. la dinilail amat berhasil dan amat pandai, sehingga, setelah wafat dalam tahun 1723, Kompeni Belanda tidak sanggup mencari penggantinya, karena dianggap tidak ada tokoh yang mampu menyamainya.
          Naskah Purwaka Caruban Nagari, memiliki kadar kesejarahan yang jauh lebih tinggi (jika dibandingkan dengan naskah babad atau sejenisnya), karena menyebutkan sumber penulisnya. Kalimat terakhir naskah tersebut memberitakan, bahwa cerita itu disusun oleh Pangeran Arya Cirebon, berdasarkan naskah Pustaka Nagara  Kretabhumi karya Pangeran Wangsa kerta.
Sebenarnya masih ada sebuah naskah lain, yang menyebutkan Pustaka Nagara Kretabhumi sebagai sumber, yaitu Pustaka Pakungwati Cirebon (1779 M) yang disusun oleh Wangsamanggala (Demang Cirebon) bersama Tirtamanggala (Demang Cirebon Girang). Dalam naskah ini, hanya pada halaman akhir disebutkan sebagai kutipan dari Pustaka Nagara Kretabhumi, yaitu mengenai pernah adanya Kerajaan Tarumanagara, dengan raja-rajanya yang memakal nama Warman sebagal pendahulu Kerajaan Pajajaran. Bagian selebihnya, tampil dalam gaya sastra babad biasa, yang penuh dengan hal-hal sensasional dan dibumbui supranatural.
Sejak naskah Purwaka Caruban Nagari diterbitkan tahun 1972, mulallah nama Pangeran Wangsakerta dikenal umum, sebagai pujangga penyusun naskah Pustaka Nagara Kretabhumi. Namun tak seorangpun mengetahui, naskah tersebut benar‑benar pernah ada atau tidak, dan kalau ada, tak seorangpun yang mengetahui tempatnya.
Setelah pelacakan yang intensif, namun dilakukan secara diam-diam selama 5 tahun oleh Drs. Atja, akhirnya naskah Pustaka Nagara Kretabhumi mulai ditemukan dan dibeli oleh Museum Negeri Sri Baduga (Jawa Barat) dalam pertengahan tahun 1977. Setelah itu, secara berturut‑turut, naskah-naskah lain karya Pangeran Wangsakerta, disampaikan kepada Museum Negeri Sri Baduga Jawa Barat dari para pemiliknya, yang kebanyakan berdomisili di luar Jawa.
          Pakar sejarah Edi S. Ekadjati, dalam buku Naskah Sunda (1988), meriwayatkan tentang penemuan 47 buah naskah Pustaka Wangsakerta. Empat buah naskah di antaranya, ditemukan di Banten, antara lain:

1.    Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (Parwa II, Sarga 2), dikumpulkan antara tahun 1967‑1969 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (69 lembar) dari seorang pedagang, dan di Serang (Banten) sebanyak 33 lembar. Pada tahun 1977 naskah ini dijilid dan sudah lengkap. (Pemberi keterangan Siradjudin, tanggal 5‑2‑1978);

2.    Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (Parwa II, Sarga 3). Sebagian naskah ditemukan pada tahun 1949 di Palembang dan sebagian lainnya di Banten, dari seorang dukun keliling penjual jamu. Beberapa naskah yang ditemukan di Palembang pada tahun 1964, sebagian terendam lumpur, akibat banjir Sungai Musi. Baru tahun 1979, naskah ini terkumpul lengkap, setelah digabungkan dengan naskah yang ditemukan di Banten;

3.    Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (Parwa III, Sarga 5), dari Banten tanggal 4 September 1983;

4.    Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa (Panyangkep), sebagian dari Palembang (Atmo Darmodjo), sebagian dari Serang (Yusuf, dan sebagian lagi dari Jambi (Hassan). Dikumpulkan tahun 1926‑1931 dan dijilid tahun 1978;
          Dari 47 naskah Pangeran Wangsakerta, dapat diketahui, bahwa tebal tiap jilid bervariasi antara 100 sampal 250 halaman, dengan isi antara 21 sampal 23 baris tiap halaman. Berdasarkan laporan pengujian secara kimiawi di laboratorium Arsip Nasional (1988), kertas daluang yang digunakan dalam naskah‑naskah Pangeran Wangsakerta, sudah berusia lebih dari 100 tahun. Penelitian usia naskah‑naskah tersebut, kini sedang dilakukan di sebuah laboratorium di Jepang. Walaupun demikian, naskah‑naskah Pangeran Wangsakerta, sudah dapat dikategorikan ke dalam Naskah Kuno. Naskah‑naskah tersebut ditulis dengan tinta japaron, menggunakan aksara dan bahasa Kawi Jawa Kuno, gaya Cirebon.
Edi S. Ekadjati dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A, Jawa Barat Koleksi Lima Lernbaga (1999), memperinci kondisi naskah‑naskah Pustaka Wangsakerta, di antaranya sebagal berikut:

Judul Naskah, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara.
Bahasa: Jawa Cirebon; aksara: Cacarakan; bentuk: Prosa; bahan naskah: Dluwang; Sampul: kertas tebal terbungkus kaln blacu; tebal: 214 halaman, halaman yang ditulis: 213 halaman, 1 halaman kosong; tinta hitam, tulisan umumnya masih terbaca.
Ukuran; sampul: 35,5 x 27,5 cm; halaman: 35,5 x 27,5 cm; tulisan: 32 x 22 cm.

Penomoran halaman ada dengan angka Cacarakan 1‑212 dan dua halaman tanpa nomor, yaitu halaman awal dan akhir. Penulisan nomor halaman pada margin atas tengah.
Keadaan fisik umumnya masih baik dan terpelihara. Kertas sangat kusam kehitam‑hitaman. Setiap lembar halaman dibingkal garis ganda, dan penjilidan ketat sehingga apabila dibuka salah satu permukaan halamannya melenting (Ekadjati,1999:187).

          Dari naskah‑naskah yang terkumpul di Museum Negeri Sri Baduga (Jawa Barat), ternyata ada empat macam seri sejarah yang telah disusun oleh Pangeran Wangsakerta dan kawan‑kawan, yaitu:
 1.   Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara;
 2.   Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa;
 3.   Pustaka Nagara Kretabhumi;
 4.   Pustaka Carita Parahiyangan.
Berkat ditemukannya Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa V sarga 5, yang berupa katalog mengenal pustaka‑pustaka, dapat diketahui judul-judul seluruh naskah yang pernah disusun Pangeran Wangsakerta. Baik dalam jaman pemerintahan Panembahan Girilaya, maupun dalarn masa dirinya ketika menjadi Panembahan Cirebon.
Selain itu, dapat diketahui pula judul-judul naskah yang pernah ditulis oleh Panembahan Losari (jaman Susuhunan Jati) dan Pangeran Manis (jaman Panembahan Ratu). Katalog tersebut menampilkan 1703 judul naskah yang pernah ditulis di Keraton Cirebon, di antaranya 1218 judul berupa karya Pangeran Wangsakerta dan kawan‑kawan.
Naskah‑naskah tersebut mencakup berbagal bidang pengetahuan, seperti misalnya sejarah, hukum, dan kesehatan. Bahasa naskah pun sekurang-kurangnya mencakup bahasa‑bahasa Jawakuna, Melayukuna, Balikuna, dan Sundakuna. Khazanah perpustakaan itu umumnya terdiri dan naskah lontar dan prasasti (Ayatrohaedi,1985: 537).
          Menurut Pangeran Wangsakerta, di antara pustaka milik keraton Kasepuhan itu, ada juga milik para Duta atau Mahakawi (Pujangga Besar; dari daerah lain, yang datang bermusyawarah (mapulung rahi) di Cirebon dalam tahun 1599 Saka (1677 M). Di antara mereka itu, banyak yang menghadiahkan naskah yang dibawanya, kepada Sultan Cirebon. Tapi ada juga yang meminjamkannya untuk sementara, dan setelah usai disalin atau dipelajari isinya, dibawa kembali ke negaranya. Hal yang menarik misalnya naskah‑naskah karya Prapanca dibawa oleh Mahakawi utusan dari Bali bukan oleh utusan dari Jawa Timur.
          Ayatrohaedi menjelaskan dalam tulisan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, pada buku Pertemuan Ilmiah Arkeologi ke III, bahwa setiap jilid Pustaka Wangsakerta, terdiri dari tiga bagian, yaitu:
 1.   Purwaka
 2.   Uraian kisah sejarah dalam jilid yang bersangkutan
 3.   Kolofon
Bagian purwaka, secara terperinci memberikan keterangan yang berkaitan dengan; nama naskah, parwa dan sarga, penyusun, sumber, alasan penyusunan, tujuan penyusunan, dan cara kerja yang lebih jauh menguraikan tentang hal‑hal yang berkaitan dengan; pembentukan panitia, pencarian sumber dan bahan, pengundangan nara sumber, penyelenggaraan sawala dan penugasan sangga, dan penyelesaian masalah yang muncul dalam sawala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar